Powered By Blogger

Saturday, December 5, 2015

bagaimana jika ALLAH mencintai kita??


Lazimnya andai kita mencintai atau merindui seseorang, kita mempunyai keinginan untuk memberitahu orang lain. Seboleh-bolehnya biar semua orang tahu bahawa kita sedang mencintainya. Hati merasa bahagia andai perasaan itu dapat dikongsikan bersama.
Melalui jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter, kita dapat membaca pelbagai luahan mereka yang sedang bercinta. Antaranya:
"Saya sayang abang."
"Saya rindu ibu."
"Saya cinta kamu semua."
Agaknya, bagaimana pula jika Allah mencintai seseorang?
Dalam satu hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda :
"Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata: "Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!" Maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: "Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai dia." Maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini." (Hadis Riwayat Bukhari)
MasyaAllah! Lihatlah cinta Allah..Sungguh luar biasa hebat..
Ketika Allah mencintai seseorang, Allah yang Maha Agung tidak cukup dengan hanya mengatakan "Aku cinta si dia!"
Tetapi Allah memaklumkan kepada seluruh makhluk-Nya.
Apa kata Allah dalam hadis tersebut?
"Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!"
Maka Jibril pun membuat pengumuman :
"Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai dia."
Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini.
Oh Ar-Rahman Ar-Rahim, bahagianya mereka yang benar-benar dicintai Allah. Pasti hidup mereka sentiasa tenang dan diberkati.
Bayangkan jika semua pembaca iLuvislam.com disayangi Allah SWT. Pasti dunia ini dipenuhi dengan kebahagiaan.
Tidakkah kita mahu menjadi seorang yang benar-benar dicintai Allah?
Namun, selama ini, cinta siapa yang kita kejar?

Wednesday, June 15, 2011

REGRET OR FORGET???

Forget or Regret


2011 is a few days away and my naturally tendency is to regret. The only day I won’t have time to regret is the day I die. If you do everything excellently and by the book you will still regret. God told me last night, “stop beating yourself up over things you didn’t do, and forget regret.” Remorse and regret must lead me to rejoice and retool.
I will stop playing the if only game:
If only I could do it over again.
If only I had listened sooner.
If only I could erase that conversation.
If only I could forgive myself.

We all have regrets; we’ve all made bad choices, and said foolish things and we’ve all wasted time.
Here is how you release your regrets incorrectly?
#1 You try to bury your past . 
#2 You try to minimize (“It wasn’t a big deal”), rationalize (“Everyone does it”), and compromise (lowering standards)..
In other words you give up…
#3 You blame others.
#4 You beat up on yourself.
#5 You try to pay for your guilt unconsciously through illness, depression, setting yourself up for failure (I have opened a can of worms now).
The problem with beating up on yourself is this: your conscience never knows when to stop!
Release yourself from the Regret Net by:
Not making excuses. 
Don’t be a historian.
Forget, don’t regret!

Friday, June 3, 2011

9 tahun bang!


Pagi tdi saya ke masjid UIAM. Dalam jam 10.45 pagi. Terserempak dengan 3 orang kanak2 yang masih kecil. Jika lihat dari segi fizikal mereka, kelihatan seperti student sekolah rendah. Lalu saya bertanya mereka, 'adik watpe kat sini?' 'ada kelas tahfiz', jawab mereka. Uish! Hebatnya, kata saya dalam hati. KEcil2 dh dibiasakan menghafal Al-Quran. Subhanallah bagusnya mereka ni. lalu saya tanya lagi, 'banyak dah hafal Al-Quran?' Salah seorang dari mereka menjawab, 'tak banyak bang, baru surah Al Muthaffifiin je' yang sorang lagi menambah, 'saya baru surah Al Insyiqaaq' dan yang lagi sorang pula berkata, 'saya baru surah An-Nazi'at bang'.

Dalam hati saya berkata, 'ish2, budak sekecil ini dah berjaya menghafal surah2 yang agak panjang'.. Subhanallah berserinya muka mereka, wajah yang masih lagi suci tanpa dibebani dosa. Ternyata ibubapa meraka berjaya mencorakkan 'kain putih' yang diamanatkan oleh Allah itu dengan warna-warna Islam. Muka mereka sangat ceria, tingkah laku mereka juga amat sopan. Sangan menghormati orang lebih tua. Soalan-soalan yang saya tanya pun dijawab dengan mesra.

'umur adik berapa tahun?' tanya saya. '9 tahun bang!, kami belajar di Sekolah Al-Amin' Mereka turut mengambil wudu'. Selepas selesai mengambil wudu' saya bertanya kembali, 'apa nama adik2 ni?' 'nama saya Amir, saya asyraf dan saya pula amin'. 'Bagus betul deyorang ni' kata saya lagi dalam hati.

Tiba2 mereka pula tanya saya, 'abang pula dh berapa banyak hafal Al-Quran'.. Wah! aku pula ditanya ni, tetapi terpancar diwajah mereka, muka innocent. Memang soalan yang dituju itu ikhlas. lalu saya jawab, 'tak banyak la macam adik2'. Malu pula rasa diri ini, sudah berumur 21 tahun tetapi tak giat menghafal Al-Quran seperti mereka.

Hina juga rasa diri ini di Hadapan Allah SWT. Maha Suci Allah, mudah saja DIa membentuk khalifah2Nya yang hebat di dunia ini. Jika Dia mahu mencipta sejuta hamba-hambaNya yang bergelar Hafiz, sangat mudah bagi Allah. Maha KuasaNya mampu melakukan dengan semudah berkata 'Kun Fa ya Kun' malah lebih mudah dari itu..

Sebelum beredar, sempat juga saya berpesan pada mereka, (walaupun diri ini mungkin lebih hina di hadapan Allah berbanding mereka), 'belajar rajin2 ye dik'. 'ok bang!' jawab mereka dengan senyuman. Dalam hati saya berdoa, 'Moga mereka menjadi anak-anak yang soleh insyallah'...

dapetik drpd : hakimhalim.blogspot

Saturday, March 26, 2011

kenalli diri,tingkat kn iman jauhi maksiat(lalai)


1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits
a. Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan renungkan maknanya
Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu menggetarkan kulit seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari ketenangan.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”(QS, Shaad 38:29)
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS, al-Israa’ 17:82)

b. Pelajarilah ilmu mengenai Asma’ul Husna, Sifat-sifat Yang Maha Agung.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.

c. Pelajari dengan cermat sejarah (Siroh) kehidupan Rasulullah SAW.
Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah, akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah.
Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya : “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim) Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah SAW. Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah SAW.

d. Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.

e. Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para sahabat Rasulullah SAW, murid-murid para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in)
Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar r.a. pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya. Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.

2. Renungkanlah tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam (ma’rifatullah)
Singkirkan dulu kesombongan akal kita, renungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom.
Renungkan pula rahasia dan mukjizat Qur’an. Salah satu keajaiban Al Qur’an adalah struktur matematis Al Qur’an. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal “hari” disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan. Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Kata Saa’ah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang tersusun indah. Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.

3. Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik secara ikhlas
Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan ini.
a. Amalan Hati
Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk dan sebagainya.
b. Amalan Lidah
Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.
c. Amalan Anggota Tubuh
Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).

SEBAB-SEBAB TURUNNYA KADAR IMAN :
Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) :
1. Kebodohan
Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya.

2. Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan
Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia sukai tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat (dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah hati dan sederhana.
Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan padahal ia tahu hal itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi (melalaikan) dirinya sendiri. Allah akan mengunci hatinya dari jalan yang lurus (al-Kahfi 18:5), dan ia akan menjadi teman syeitan (Thaaha 20:124).
Melupakan kewajiban dan kepatuhan seseorang dalam beribadah berawal dari sifat lalai atau lemah hatinya. Waktu dan energinya harus didorong agar diisi lebih banyak dengan perbuatan amal sholeh, kalau tidak maka kesenangan duniawi akan semakin menguasai dirinya hingga ia semakin jauh dari ingat (dzikir) kepada Allah.

3. Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan secara bertahap, misalnya dimulai dari zinah pandangan mata yang dianggap dosa kecil kemudian berkembang menjadi zinah tubuh. Dosa-dosa kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan) untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Karena itu basmilah dosa-dosa kecil selagi belum tumbuh menjadi dosa besar.

4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda Rasulullah, “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”. Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.

Sebab-sebab dari luar diri kita (External) :
1. Syaitan
Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa.

2. Bujukan dan rayuan dunia
Allah SWT berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid 57:20).
Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, menonton TV, bertemu teman dan keluarga, seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi) dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi dimana tujuan dunia menguasai hati kita maka hanya tersisa sedikit porsi akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita.

3. Pergaulan yang buruk
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.

Menaikkan kadar iman bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena begitu banyak usaha (menuntut ilmu, amalan-amalan) yang harus kita lakukan disamping godaan (syaitan, duniawi) yang akan kita hadapi. Paling tidak kita termasuk orang-orang yang lebih beruntung dibanding orang lain yang belum sempat mengetahui “sebab-sebab naik-turunnya iman” dalam tulisan ini. Mari kita ingatkan teman-teman kita dengan menyebarkan tulisan ini.

Saturday, February 26, 2011

Renungilah ke dalam Diri Sendiri Untuk Terus Memperbaiki Diri


Seseorang yang ingin menyempurnakan diri sendiri, setelah bertaubat dari segala dosa yang telah dilakukan, maka hendaklah dia sentiasa fokus melihat keaiban diri sendiri dan meninggalkan kesibukan melihat keaiban orang lain.

Manusia yang sentiasa mencari salah dan kelemahan orang lain sentiasa lalai daripada melihat keaiban diri sendiri. Ia bagai pepatah yang mengatakan:
“kuman di seberang laut pun kelihatan, tetapi gajah di hadapan mata sendiri pula tidak kelihatan”


Imam Hasan Al-Bashri r.a. pernah berkata:

“Berbahagialah orang yang sibuk melihat keaiban diri sendiri daripada sibuk melihat keaiban orang lain”.

Orang yang sentiasa fokus dalam melihat kelemahan diri, akan mudah melihat ruang kekurangan diri lalu berusaha untuk membaikinya kerana Allah s.w.t. dan dengan bantuanNya. Usaha melihat ke dalam diri sendiri ini juga dikenali sebagai muhasabah diri.

Muhasabah dari sudut bahasa bererti: memerhatikan dan memperhitungkan.

Muhasabah dari sudut syarak pula bererti: perasaan yang timbul dalam batin seseorang, yang mencela kejahatan nafsu dan perbuatan maksiat yang telah dilakukan, yang mana, dari perasaan tersebutlah, timbulnya rasa keinsafan.

Sheikh Abdul Qadir Isa r.a. berkata:

"Orang yang sentiasa muhasabah dirinya, sentiasa berusaha untuk menjauhi dirinya daripada jalan-jalan yang membawa kepada kemaksiatan, dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan ketaatan."
[Haqo'iq 'ani At-Tasawwuf m/s 235]

Firman Allah s.w.t.:

Maksudnya:
"…dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
(Surah Al-Kahfi: 28)

Imam Qotadah r.a. berkata berkenaan dengan ayat ini:

"Sesungguhnya, orang yang dimaksudkan di dalam ayat ini telah mensia-siakan dirinya dan merugikan dirinya. Dia menjaga harta-hartanya namun menggadaikan agamanya, akibat tidak muhasabah dirinya…"
[Tibb Al-Qulub bagi Ibn Qayyim: m/s 85]

Telah berkata Imam Al-Hasan berkenaan dengan ayat ini:
"Sesungguhnya, seseorang hamba itu, sentiasa dalam kebaikan, jika dalam dirinya ada seruan yang mencela dirinya, dan muhasabah diri merupakan sifat keutamaannya".

Firman Allah s.w.t. lagi:

Maksudnya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”
(Surah Al-Hasyr: 18)

Maksud ayat tersebut ialah, Allah s.w.t. menyuruh kita memperhatikan setiap amalan yang dilakukan oleh kita, samada ianya suatu ketaatan ataupun suatu kemaksiatan bagi memastikan kebahagiaan di akhirat kelak.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang bijak ialah orang yang menghitung dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian…"
(Hadith riwayat At-Tirmizi dan Ibn Majah).

Maksud perkataan "daana nafsahu" dalam hadith tersebut bererti, menghitung dan muhasabah diri.

Imam Az-Zarruq r.a. berkata:

"Kelalaian daripada muhasabah diri itu membawa kepada kerosakan diri. Gagal dalam memperhatikan nafsu diri, membawa kepada sikap redha terhadap keburukan nafsu tersebut."
[Qawa'id At-tasawwuf m/s 75]

Sheikh Abdul Qadir Isa r.a. berkata:

"Sesungguhnya, muhasabah diri itu akan menyemai suatu rasa bertanggungjawab dalam diri seseorang, terhadap Allah s.w.t., makhluk-makhlukNya dan tanggungjawab terhadap dirinya sendiri untuk melaksanakan syariat Allah s.w.t.. Dengan muhasabah diri, seseorang dapat menghayati bahawa, dirinya tidak diciptakan secara sia-sia."

Jenis-jenis Muhasabah Diri

Muhasabah diri ada dua jenis iaitu, muhasabah sebelum beramal dan muhasabah setelah beramal.

Jenis Pertama: Muhasabah Diri Sebelum Melakukan Sesuatu

Maksudnya: Seseorang itu menghitung di permulaan amalannya, samada amalan tersebut perlu dilakukan ataupun perlu ditinggalkan. Jika amalan tersebut sesuatu yang diperlukan, maka lihatlah, adakah ia bersesuaian dengan syariat ataupun bertentangan. Sekiranya bertentangan dengan syariat, maka sewajarnya dia meninggalkan niatnya untuk melakukan perbuatan tersebut, selagimana tidak sampai tahap mudarat. Jika mudarat, maka boleh dilakukan sekadar ingin menolak kemudaratan.

Al-Hasan berkata:


"Allah s.w.t. merahmati seseorang yang berhenti sejenak sebelum melakukan sesuatu, lalu memperhatikan niatnya. Jika amalan itu ingin dilakukan, maka dia meneruskan amalannya. Adapun jika bukan kerana Allah s.w.t., maka dia meninggalkannya."


Seterusnya, jika dia pasti, niat perkara yang ingin dilakukannya itu kerana Allah s.w.t, dan perkara tersebut perlu dilakukannya, maka hendaklah dia pastikan, adakah dia mampu untuk melakukannya ataupun tidak. Jika dia tidak mampu lakukan kesorangan, maka tinggalkanlah dahulu perkara tersebut, ataupun meminta bantuan daripada orang lain.

Jika dia mampu melakukan perbuatan tersebut, maka dia perhatikan pula, adakah perbuatan itu lebih baik dilakukan atau lebih baik ditinggalkan daripada melakukannya.

Jika perbuatan itu lebih baik dilakukannya, daripada ditinggalkannnya, maka perhatikanlah, adakah faktor pendorong dia melakukan amalan tersebut, kerana mengharapkan keredhaan dan ganjaran daripada Allah s.w.t., ataupun kerana inginkan ganjaran duniawi dan ganjaran makhluk.

Jika faktor amalan tersebut kerana inginkan ganjaran makhluk, maka, baikilah niat, barulah meneruskan amalan tersebut. Jika faktor pendorong melakukan amalan tersebut kerana Allah s.w.t., maka teruskanlah melakukan perkara tersebut dengan meminta bantuan daripada Allah s.w.t, untuk kejayaan usaha tersebut, kerana seseorang hanya mampu melakukan sesuatu dengan izin Allah s.w.t..

Jenis Kedua: Muhasabah Setelah Melakukan Sesuatu:

Maksudnya, seseorang itu memperhitungkan amalan yang telah dilakukannya iaitu:

Pertama: Menilai semula, adakah amalan tersebut menepati seluruh hak-hak Allah s.w.t. dalam ketaatan.

Kedua: Memerhatikan semula, kemungkinan ada amalan yang sebenarnya, lebih patut ditinggalkan daripada ianya dilakukan, lalu berazam untuk tidak mengulangi kembali kesalahan tersebut.

Ketiga: Memerhatikan semula, niatnya dalam amalan tersebut. Jika kerana Allah s.w.t, maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah s.w.t., kerana membantunya dalam ketaatan kepadaNya. Jika kerana makhluk atau kepentingan duniawi, maka hendaklah dia meminta ampun kepada Allah s.w.t. daripada dosa tersebut lalu berazam untuk tidak mengulanginya.

Kesimpulan

Muhasabah diri adalah antara akhlak yang mulia yang dapat membantu seseorang untuk terus menyempurnakan aspek kehambaan dirinya dalam mencapai keredhaan Allah s.w.t.. Lihatlah kepada diri sendiri, nescaya akan terzahir bahawasanya segala yang berlaku di sekelilingmu adalah untuk menyempurnakan kehambaanmu. Itulah interaksi Allah s.w.t. kepadamu melalui perbuatan-perbuatan dan ketentuanNya.

Semoga Allah s.w.t. berikan kepada kita kekuatan untuk merealisasikan makna muhasabah dalam diri kita agar kita dapat mencontohi Saidin Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkataan, perbuatan dan hal hubungan hati Baginda sallallahu ‘alaihi wasallam dengan Allah s.w.t..

Wallahu a’lam…

Al-Faqir ila Rabbihi Al-Jalil

Sunday, February 20, 2011

bagaimana jika ALLAH mencintai kita??


Lazimnya andai kita mencintai atau merindui seseorang, kita mempunyai keinginan untuk memberitahu orang lain. Seboleh-bolehnya biar semua orang tahu bahawa kita sedang mencintainya. Hati merasa bahagia andai perasaan itu dapat dikongsikan bersama.
Melalui jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter, kita dapat membaca pelbagai luahan mereka yang sedang bercinta. Antaranya:
"Saya sayang abang."
"Saya rindu ibu."
"Saya cinta kamu semua."
Agaknya, bagaimana pula jika Allah mencintai seseorang?
Dalam satu hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda :
"Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata: "Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!" Maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: "Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai dia." Maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini." (Hadis Riwayat Bukhari)
MasyaAllah! Lihatlah cinta Allah..Sungguh luar biasa hebat..
Ketika Allah mencintai seseorang, Allah yang Maha Agung tidak cukup dengan hanya mengatakan "Aku cinta si dia!"
Tetapi Allah memaklumkan kepada seluruh makhluk-Nya.
Apa kata Allah dalam hadis tersebut?
"Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!"
Maka Jibril pun membuat pengumuman :
"Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai dia."
Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini.
Oh Ar-Rahman Ar-Rahim, bahagianya mereka yang benar-benar dicintai Allah. Pasti hidup mereka sentiasa tenang dan diberkati.
Bayangkan jika semua disayangi Allah SWT. Pasti dunia ini dipenuhi dengan kebahagiaan.
Tidakkah kita mahu menjadi seorang yang benar-benar dicintai Allah?
Namun, selama ini, cinta siapa yang kita kejar?
think urself........

jangan ditangisi apa yg bukan milik mu


Dalam perjalanan hidup ini seringkali kita merasa kecewa. Kecewa sekali. Sesuatu yang luput dari genggaman, keinginan yang tidak tercapai dan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.
Dan sungguh sangat beruntung andai dalam saat-saat tergoncangnya jiwa, masih ada setitik cahaya dalam kalbu untuk merenungi kebenaran. Masih ada kekuatan untuk melangkahkan kaki menuju majlis-majlis ilmu dan majlis-majlis zikir yang akan memberikan ketenteraman jiwa.
Hidup ini ibarat belantara. Tempat kita mengejar pelbagai keinginan dan impian. Dan memang manusia diciptakan mempunyai kehendak serta mempunyai keinginan. Tetapi bukan semua yang kita inginkan dapat dicapai. Sesungguhnya tidak mudah menyedari bahawa apa yang bukan menjadi hak kita tak perlu kita tangisi. Banyak orang yang tidak sedar bahawa hidup ini tidak punya satu hukum: harus berjaya, harus bahagia atau harus-harus yang lain.
Betapa banyak orang yang berjaya tetapi lupa bahawa hakikatnya semua itu pemberian Allah sehingga membuatnya sombong dan bertindak sewenang-wenangnya. Begitu juga kegagalan sering tidak dihadapi dengan betul. Padahal dimensi tauhid dari kegagalan adalah tidak tercapainya apa yang memang bukan hak kita. Padahal hakikat kegagalan adalah tidak terengkuhnya apa yang memang bukan hak kita.
Apa yang memang menjadi milik kita di dunia, samada rezeki, jawatan atau kedudukan, pasti Allah akan berikan. Tetapi apa yang memang bukan milik kita, kita tidak akan mampu miliki; walaupun ia nyaris menghampiri kita atau meskipun kita bermati-matian berusaha mendapatkannya.
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.." (Surah Al-Hadid: 22-23)